Kamis, 09 Februari 2012

Koreksi Catu Beras Tidak Adil Bagi Pengusaha Perkebunan di Daerah Terpencil

Bahwa sesuai Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan telah disebutkan bahwa arah dan tujuan penyempurnaan Undang-Undang Pajak Penghasilan ini adalah sebagai berikut :
a.    lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak
b.    lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak
c.    lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan
d.    lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi; dan
e.    lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik  penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dibidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.

Mengacu pada arah dan tujuan penyempurnaan Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut diatas, maka Peraturan yang mengatur tentang pemberian catu beras tidak boleh dibiayakan menurut kami tidak sesuai dengan beberapa arah dan tujuan dari penyempurnaan Undang-Undang Pajak Penghasilan  Nomor 36 Tahun 2008. Adapun alasannya dapat diberikan penjelasan sebagai berikut :

•    Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak
Koreksi terhadap pemberian catu beras kepada karyawan yang bekerja di daerah terpencil bagi Pengusaha Perkebunan yang berada didaerah terpencil menurut kami tidak lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak mengingat pada adanya peraturan yang membolehkan pemberian makanan dan minuman kepada seluruh karyawan yang diberikan ditempat kerja bagi Pengusaha lain dapat dibiayakan sebagai pengurang penghasilan bruto. Sebagaimana kita ketahui bahwa pemberian/penyediaan makanan dan minuman tersebut umumya dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang kondisi lingkungan atau lokasinya dapat terjangkau untuk memperoleh makanan dan minuman (contoh ekstrimnya adalah perusahaan yang berada dikota besar dapat membiayakan pengeluaran ini sebagai pengurang penghasilan bruto walaupun sebenarnya karyawan-karyawannya bisa saja makan dan minum ditempat/rumah makan yang berada disekitar lingkungan perusahaan). Sementara itu bagi perusahaan yang berada didaerah terpencil yang kondisi lingkungan atau lokasinya tidak memungkinkan tersedianya tempat makan untuk karyawan yang bekerja didaerah terpencil tidak dapat membiayakan pemberian makanan sebagai pengurang penghasilan bruto.

Bahwa pemberian  catu beras kepada karyawan yang berada di daerah tertentu dan usaha tertentu khususnya dibidang usaha perkebunan merupakan keharusan yang patut diberikan oleh perusahaan kepada karyawan karena didaerah yang terpencil sangatlah sulit bagi karyawan untuk membeli makanan diluar dan tidak mungkin juga perusahaan dapat menyediakan makanan dan minuman kepada seluruh karyawan yang jumlahnya ratusan pada suatu tempat yang sama mengingat jarak tempuhnya yang cukup jauh.


Oleh karena itu bagi perusahaan perkebunan harus memberikan tunjangan catu beras kepada karyawannya agar dapat mereka masak dirumahnya masing-masing sehingga para karyawan lebih efisien untuk makan siang dirumah mereka yang jaraknya lebih dekat dengan tempat mereka bekerja. Mungkin yang menjadi pertanyaannya adalah kenapa hanya berupa beras saja tidak dengan lauk pauk dan sayur-sayurannya?
Bahwa kebutuhan pokok utama makanan penduduk di indonesia adalah beras (yang dimasak menjadi nasi) dan beras juga tidak menjadi busuk seperti halnya lauk pauk dan sayur-sayuran. Pertimbangan lainnya juga bisa karena keragaman terhadap jenis lauk pauk dan sayur-sayuran yang tidak mungkin dapat diakomodir (disediakan) sesuai dengan selera masing2 karyawan.

•    Lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik  penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dibidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.
Koreksi terhadap pemberian catu beras menurut kami tidak menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik  penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dibidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. Dengan tidak diakuinya pemberian catu beras bagi Pengusaha di Daerah tertentu sudah pasti pengenaan pajaknya lebih besar dibanding Pengusaha lain yang memberikan makanan dan minuman dilingkungan kerjanya karena atas biaya pengeluaran makanan  dan minuman tersebut dapat dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto sedangkan bagi Pengusaha di Daerah Terpencil seperti Perkebunan tidak dapat membiayakan pemberian catu beras sebagai pengurang penghasilan bruto.

Bahwa sesungguhnya didalam penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan telah memfasilitasi kebijakan pemerintah tersebut sebagaimana disebutkan :
“ .... Namun, dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, pemberian natura dan kenikmatan berikut ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang menerimanya :
1.    penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil;
2.    pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), antar jemput karyawan, serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya; dan
3.    pemberian atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.

Mudah-mudahan tulisan kami ini dapat bermanfaat. Kami yakin apa yang sudah tertuang di Undang-Undang Perpajakan di Indonesia mempunyai tujuan yang bagus dan baik untuk negara maupun warga negaranya (Wajib Pajak) dengan segala pertimbangan-pertimbangan yang dapat memberikan rasa keadilan  bagi keduanya (negara dan warga negaranya). Untuk itu kami berharap jangan sampai dibuat samar-samar lagi dengan aturan pelaksanaannya sehingga menjadi "Gray Area" bagi kedua belah pihak.